Lebaran tahun ini sepertinya saya tidak bakal beli baju baru. Berbeda
dengan tahun-tahun sebelumnya yang semuanya serba baru. Baju baru, baju
koko baru, sarung baru, peci baru bahkan warna tembok rumah yang juga
baru. Sekeluarga semuanya memakai yang baru-baru. Memang, membeli baju
baru untuk lebaran sepertinya sudah mendarah daging di Indonesia ini.
Khususnya keluarga saya pribadi. Walaupun sudah mendapat nasihat dari
ustad dan ulama, tetap saja harus ada yang baru. Mengapa demikian?.
Beli baju hanya saat lebaran saja
Bagi saya, tidak salah kok membeli baju baru untuk lebaran. Selagi
memang ada uang dan mampu, ya tidak masalah. Lagi pula, ada beberapa
orang yang membeli baju baru hanya pada saat mau lebaran saja. Setelah
itu satu tahun tidak pernah beli lagi. Jika dipikir-pikir, masa' baju
koko setahun beli cuma sekali?. Sedangkan dipakenya saja setiap hari.
Dan itu untuk keperluan ibadah. Jadi saya pikir tidak masalah, bahkan
silakan membelinya jika tujuannya adalah untuk ibadah. Karena saya pun
demikian. Selama ini, saya kalau beli baju kokoh ya cuman saat mau
lebaran aja. Kalau tidak lebaran paling beli kaos saja.
Namun ternyata ada juga orang yang memaksakan. Sudah tidak punya
uang, nekad beli walau ngutang. Nah mungkin ini yang perlu di beri garis
bawah. Beli baju saat lebaran itu boleh saja kalau memang ada rejeki.
Tapi kalau tidak ada ya jangan maksa sampai harus ngutang sana-sini.
Karena sebetulnya, yang baru itu adalah hati kita. Setelah puasa selama
satu bulan full, kita dibersihkan dari dosa-dosa. Kita melaksanakan
sholat 'idul fitri. Disaat itulah, kita insyaAllah pasti kembali ke
keadaan suci seperti bayi baru lahir. Ini yang disebut dengan 'baru'.
Bukan berarti bajunya harus baru.
Perasaan anak saat tidak pakai baju baru saat lebaran
Dulu sewaktu saya masih anak-anak, rasanya menyambut 'idul fitri itu
sueneeng sekali. Dirumah sudah dibelikan baju baru. Nanti setelah sholat
langsung keliling desa (nyari uang) hehe. Pernah juga saku saya sampai
kepenuhan uang receh. Didesa Sidorejo II Kendal, Ngawi tempat saya
dibesarkan dulu, memang sudah lekat dengan kebiasaan mengunjungi rumah
orang tua. Baik dikenal maupun tidak, anak-anak sering berkeliling untuk
meminta maaf atas kesalahan. Bila selama ini sering bandel atau membuat
susah dikampung tersebut. Setelah itu, orang tua bakal berbagi semacam
'kegembiraan' dalam bentuk uang.
Namun bila tidak ada baju baru, mungkin saya yang masih anak-anak bakal
melihat teman-teman. Mereka semua oleh orang tuanya diberi 'hadiah',
kenapa saya tidak?. Sedikit rasa cemburu pasti ada. Oleh karena itu baju
baru dianggap bukan untuk "oh ini lho saya lebaran bisa beli baju
baru..". Atau "oh ini lho.. baju baru saya". Tetapi lebih kepada "saya
senang dengan bulan Ramadhan.. karena setelahnya ada sesuatu yang kita
dapat".
Tapi yang perlu diajarkan oleh orang tua adalah, bahwa ada atau
tidak ada baju baru. Kita tetap harus senang dengan adanya Ramadhan.
Berhubung saya ini bukan anak kecil lagi, tidak ada baju baru bukan
masalah. Toh, kita juga sudah mengerti apa makna'idul fitri yang sebenarnya.
Baju baru dari Allah
Makna sesungguhnya dari baju baru adalah baju baru dari Allah. Puasa
ditujukan untuk melatih diri untuk menahan hawa nafsu. Dengan harapan,
setelah menjalaninya selama satu bulan, kita untuk seterusnya dapat
menahan hawa nafsu. Ibarat ulat yang tadinya jelek dan berbulu, ia
berpuasa dengan menjadi kepompong. Setelah beberapa waktu, ia berubah
menjadi kupu-kupu. Dengan 'baju barunya' tersebut, kupu-kupu menjadi
indah dipandang oleh siapapun. Begitu juga dengan kita, setelah puasa
selama satu bulan seharusnya kita juga mendapat 'baju baru', sehingga
setelah selesai puasa terlihatlah apa tujuan puasa yang sebetulnya.
Kesimpulannya, jika punya rejeki untuk membeli baju baru silakan membelinya. Jika tidak punya, tidak usah memaksakan. Karena untuk menyambut lebaran ('idul fitri), tidak ada keharusan untuk membeli baju baru. Tapi wajib menjadi pribadi yang baru.Source : http://www.arydoweh.com/2015/06/lebaran-harus-baju-baru-tidak-juga.html